Sabtu, 16 Juli 2011

Kebiasaan Jelek, Membuang Sampah Sembarangan di Merauke

Oleh : Bernadus Ronald Jeffry Tethool, SP.

STOP.. Buang Sampah Dari Kendaraan Anda di Sembarang Tempat..

Tulisan diatas menjadi salah satu bentuk sosialisasi bagi pengguna dan penumpang kendaraan di Kabupaten Merauke dalam rangka agar kebersihan Kota Merauke tetap terjaga oleh WWF Indonesia Kantor Merauke bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Merauke, Balai Taman Nasional Wasur, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Merauke, dan Forum DAS BIKUMA dalam rangka peringatan Bulan Lingkungan Hidup 2010.

Larangan Membuang Sampah sembarangan pun telah di tetapkan dalam Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 tentang larangan membuang sampah di sembarang tempat.

Setelah hampir 5 bulan meninggalkan Merauke, karena pindah lokasi kerja ke Kota Sorong dan saat kembali lagi ke Merauke, terlihat banyak sekali perubahan di beberapa sisi kota ini seperti jalan di pasar lama sudah bagus sekali tidak ada lagi kubangan besar yang dulu selalu menghiasi perjalanan saya menuju kantor atau kemana saja karena kebetulan saya tinggal di Polder Dalam III.

Namun ada beberapa hal yang masih mengganggu pandangan saya, yaitu sampah yang masih berserakan di mana-mana terlebih-lebih pada selokan atau saluran air vital yang menjadi sarana pembuangan air yang berlebihan ketika hujan. Adanya sampah tentu akan sangat mengganggu sekali aliran air ke laut dan ketika aliran air menjadi lancar tentu akan membawa seluruh sampah ke Sungai Maro dan sudah pasti akan menuju ke laut.

Sampah yang paling banyak terlihat adalah Sampah Botol Plastik yang berserakan di mana-mana seperti pada Saluran Air di sepanjang Jalan TMP Polder,  Jalan Polder Dalam III, Kompleks Jalan Ampera I - IV, Selokan pada Gang Kelinci I, Saluran Air  sepanjang Jalan Kampung Timur, Jalan Prajurit, selokan sepanjang Jalan Parakomando dan Pasar Baru Mopah serta masih banyak selokan dan saluran air di Merauke yang tak bisa saya sebutkan satu persatu.

Hal ini cukup mengganggu ketika puncak hujan deras, air membutuhkan saluran untuk mengalir ke laut namun tersumbat oleh sampah-sampah tersebut akibatnya air akan membanjiri perumahan sekitarnya, dan itu nampaknya sudah menjadi biasa bagi warga sekitar yang hidup dalam kebanjiran walau hati tak inginkan itu.

Masalah diatas muncul lantaran kesadaran masyarakat penduduk Merauke belum seluruhnya menyadari bahwa membuang sampah di selokan atau saluran air adalah kebiasaan jelek, itu terjadi karena hanya mencari mudah dan murahnya saja. Padahal dari pengamatan saya, setiap hari  Pasukan Kebersihan Kuning selalu bekerja tanpa kenal lelah untuk mengatasi masalah sampah ini walau dengan fasilitas apa adanya saja yang disediakan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Merauke.

Banyak papan iklan dan baliho tentang berbagai isu sudah terpampang di sepanjang Jalan Raya Mandala, Banyak iklan, Radio Spot dan himbauan tentang berbagai isu telah bergema di Radio Republik Indonesia dan Radio Swasta lainnya di Kota Merauke tetapi tentang Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 tentang Larangan Membuang Sampah di Sembangan Tempat jarang sekali terpampang dan menggema. Padahal setiap hari minimal ada 10 botol plastik berserakan di halaman kantor, rumah, selokan dan di banyak tempat di Kota Merauke tercinta ini.

Langkah cepat harus diambil oleh Pemerintah Daerah  untuk mengatasi masalah sampah yang kelihatannya sepele, apabila terlambat maka bumi merauke ini akan mengalami pencemaran luar biasa.
Berkaitan dengan sistem pengelolaan persampahan, dasar pengelolaan mesti mengedepankan pada minimasi sampah dan pemanfaatan sampah sebagai sumber energi. Keberhasilan penanganan sampah tersebut juga harus didukung oleh tingkat kesadaran masyarakat yang tinggi mengingat perilaku masyarakat merupakan variable penting.
Kebijaksanaan pengelolaan persampahan seyogyanya memiliki landasan kuat agar sampah yang dihasilkan dapat dikelola dengan baik. Kebijakan dapat dilakukan meliputi penurunan senyawa beracun yang terkandung dalam sampah sejak pada tingkat produksi, minimasi jumlah sampah, peningkatan daur ulang sampah, pembuangan sampah yang masih memiliki nilai energi dikurangi secara signifikan, dan pencemaran lingkungan dicegah sedini mungkin.

 Berikut ini beberapa link yang bisa mengambarkan Peraturan dan pengelolaan  sampah di tempat lain.
http://manado.tribunnews.com/2011/04/14/sanksi-perda-larangan-buang-sampah-sembarangan-di-minsel



Apabila terlambat diatur dengan baik maka kemudian akan membutuhkan investasi yang cukup besar untuk pengelolaan sampah ini.

 Tulisan ini semata-mata hanya untuk mengingatkan kita saja karena kekaguman saya akan Kota Merauke tercinta ini.



Pentingnya Menjaga Sumber Kehidupan dan Identitas Budaya Masyarakat Papua

KONSEP DASAR PEMETAAN PARTISIPATIF TEMPAT PENTING MASYARAKAT ADAT DI PAPUA  SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN PERLINDUNGAN TEMPAT SUMBER HIDUP DAN IDENTITAS BUDAYA
Oleh : Bernadus Ronald Jeffry Tethool, SP
Hakikat Pembangunan adalah ”Perkembangan yang tidak merusak masyarakat, manusia perorangan, kebudayaan, alam, dunia dan masa depan; melainkan justru untuk memperbaiki semua itu”.

Pembangunan tidak sama dengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi menyangkut proses produksi, distribusi dan konsumsi untuk memenuhi keperluan fisik manusia. Pertumbuhan yang tidak terkendali akan menghancurkan perkembangan. Jangan mengorbankan lingkungan dan unsur-unsur kesatuan hidup dalam masyarakat lantaran kita menyamakan pembangunan dengan pertumbuhan.
Dalam upaya pembangunan di bidang ekonomi yang berbasis pada hak ulayat masyarakat setempat; maka konflik dan permasalahan akan selalu muncul. Baik dalam komunitas masyarakat sendiri maupun dengan pihak luar yang dengan berbagai kepentingan masing-masing.

Permasalahan akan memunculkan sikap dan pandangan yang berbeda satu sama lainnya. Hal ini perlu keseriusan untuk menyikapinya. Pembangunan sebagai pemberdayaan masyarakat untuk memandirikan (empowering the people for self-relience) seharusnya berlangsung dengan melibatkan masyarakat sejak dari perencanaan sampai pada penilaian hasil yang dicapai. Jika sungguh-sungguh untuk pemberdayaan masyarakat, maka rangkaian proses itu harus didasari oleh kesadaran dan sikap kritis yang memadai.

Dalam Undang-Undang tentang Otonomi Khusus Papua No. 21 Tahun 2001 pada bab 19 pasal 63 dan 64 disebutkan mengenai prinsip pembangunan berkelanjutan yang memperhatikan aspek Penataan Ruang, perlindungan keanekaragamanhayati dan hak-hak masyarakat adat. Peran serta masyarakat sendiri dalam tata ruang wilayah sudah diatur sedemikian rupa dalam Undang-Undang Penataan Ruang No 26 Tahun 2007. Sehingga hal ini memungkinkan untuk diakomodirnya berbagai kepentingan masyarakat dalam asas partisipatif.

Pemetaan SDA disuatu kampung dengan pendekatan partisipatif merupakan bagian dari perencanaan pembangunan kampung dengan melibatkan masyarakat. Bila merujuk pada UU Tentang Penataan Ruang No 26 Tahun 2007; berarti secara langsung partisipasi masyarakat dalam perencanaan Kampung sudah menjadi bagian dari perencanaan tata ruang wilayah kabupaten. Pelibatan masyarakat adat dalam perencanan Tata Ruang tersebut dimaksudkan agar sebanyak mungkin warga masyarakat dapat mengetahui dan memahami potensi SUMBER DAYA ALAM dilingkungan mereka. Pengetahuan masyarakat adat akan SUMBER DAYA ALAM dilingkungannya menjadi sangat penting karena berkaitan dengan hak ekonomi (minimal untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar) dan hak atas lingkungan hidup yang sehat dan aman.

Dalam konsep pendekatan  High Conservation Value Forest/Kawasan Hutan Bernilai Konservasi Tinggi yang dikembangkan oleh SFC (Forest Stewardship Council) dan digunakan oleh  WWF Indonesia terutama pada kriteria 5 dan 6 mengenai perlindungan tempat mencari makan dan hidup serta tempat yang disakralkan atau ‘dilarang’ menurut aturan adat telah tersirat adanya penggabungan pola perlindungan suatu tempat yang mengakomodir perlindungan hayati flora dan fauna, sehingga melalui kegiatan indentifikasi dan pemetaan partisipatif tempat penting menurut masyarakat adat di Papua kemudian akan sangat berguna baik bagi masyarakat itu sendiri dalam memperkenalkan dan mempertahankan identitas adat setempat, juga kontribusi positif  dalam penataan ruang pembangunan sehingga tidak salah dalam proses mengarahkan pola dan fungsi ruang.
Pemetaan partisipatif di Papua  dilakukan untuk mengidentifikasi wilayah penting dan tempat penting masyarakat Adat  sebagai upaya membangun pemahaman dan persepsi bersama terhadap perlindungan atas hak-hak Adat dan kekayaan adat yang dimiliki dan merupakan kearifan budaya masyarakat sehingga secara  partisipatif membangun Visi-Misi kearifan budaya bagi pelestarian alam  melalui  rencana Tata Ruang Kabupaten  dan Propinsi.
Penjelasan Mengenai Tempat-Tempat Penting bagi Masyarakat Adat  

Tempat yang penting  sebagai sumber kehidupan bagi masyarakat adat
 (misalnya; Dusun Sagu, Hutan Berburu dan Sumber Air)

a.       Dusun Sagu
Ada 2 (dua)  macam dusun sagu berdasarkan awal keberadaannya, yaitu :
Sagu Tanam adalah Sagu yang ditanam pada daerah aliran sungai kecil/rawa-rawa
Sagu Alam adalah Sagu yang tumbuh secara alami didaerah aliran sungai kecil
Dusun sagu adalah sumber makanan utama bagi masyarakat adat di Papua

b.       Hutan Berburu
Hutan buruan menurut masyarakat adat adalah hutan dimana tempat masyarakat dapat berburu secara tradisional menggunakan busur dan panah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hasil buruan biasanya dikonsumsi dan lebihnya akan dijual ke pedagang pengumpul. Binatang yang diburu antara lain ; Rusa, Babi, Kasuari,dan  Buaya. Dalam kawasan  hutan buruan, terdapat dusun sagu, bevak/pondok, dusun kelapa dan tanaman lain seperti sirih, pinang dan tanaman bumbu dapur serta  hutan larangan berburu sebagai tempat  cadangan agar binatang dapat berkembang biak dan  populasi binatang buruan tetap bertambah.

c.       Sumber Air
Tempat yang penting karena merupakan sumber air minum bagi masyarakat adat terutama pada musim kering. Biasanya tempat ini juga menjadi tempat bertempat  tinggal sementara pada waktu mencari makan seperti menokok sagu dan berburu. Keperluan air bersih untuk masak dan minum di peroleh dari sumber air ini.

Tempat yang penting sebagai identitas budaya tradisional masyarakat adat.
Tempat seperti ini  dapat berupa tempat keramat, kampung lama, hutan lindung adat dan jalur  perjalanan leluhur, persinggahan leluhur dan lainnya.

d.       Tempat  Keramat
Tempat keramat menurut masyarakat berupa suatu tempat yang dulunya berhubungan dengan  nenek moyang, terutama tempat tinggal (kampung lama), kuburan, sumur, tempat  upacara adat, muara sungai  dan berupa  tempat legenda terjadinya tembakau dan sagu.
Pada tempat yang  sangat sakral, siapapun yang merusak tempat itu maka akan mati, tempat sakral mencakup, tempat sakral, sumur sakral, dan tidak boleh ada seorang pun masuk sembarang.

e.       Kampung Lama
Tempat ini menunjukkan tempat bekas/yang pernah ada, ini merupakan suatu cerita dari perjalanan moyang, yang dalam proses ini terdapat tempat persinggahan, yang hanya sementara saja, Setiap kampung lama pasti ada tanaman adat, seperti bambu, pohon kelapa. kampung lama dijaga oleh adat, didalam kampung itu ada bukti sejarah yang dianggap sebagai harta. Dan yang terpenting pada setiap kampung lama, terdapat kuburan moyang atau orang tua. Dan Kampung lama juga sebagai bukti proses perjalanan atau perpindahan masyarakat untuk mencari tempat yang bisa sesuai untuk tempat hidup yang layak.

f.        Hutan Lindung Adat
Suatu kawasan hutan yang dianggap penting oleh masyakarat adat sebagai harta mereka, sehingga tidak semua dapat digunakan secara sembarangan, harus ada pertimbangan yang mendalam untuk dapat menggunakan tempat ini. Kawasan hutan  lindung ini juga dianggap sebagai ”bank”, karena dapat memberikan kesempatan kepada binatang buruan untuk dapat berkembang biak, tempat di peroleh tumbuhan obat, tumbuhun untuk pembuatan aksesoris adat, tumbuhan untuk kepentingan adat.

g.       Jalur Perjalanan Leluhur
Leluhur atau nenek moyang yang mendapatkan kampung bukan sekali jalan, perjalanan pertama mendapatkan tempat persinggahan, perjalanan ke dua ada tempat yang dijanjikan, perjalanan ke tiga sampai pada tempat yang di janjikan. Upaya perlindungan terhadap jalur ini menjadi penting untuk tetap menjaga sejarah suku dan dalam penelusuran permasalahan kepemilikan ulayat di kemudian hari.

h.       Persinggahan Leluhur
Tempat dimana leluhur di percaya melakukan persinggahan dalam proses perjalanan atau penyebaran untuk mencari tempat hidup yang baik, pada tempat persinggahan dipercaya telah terjadi perpisahan atau penyebaran beberapa kelompok leluhur sehingga membentuk sub suku atau kampong dalam satu suku. Bentuk persinggahan di tandai dengan adanya kuburan, bevak tempat berteduh dan itu dianggap penting karena merupakan bagian dari sejarah penyebaran dan cerita asal-usul suatu sub suku atau suku di Papua